Minggu, 16 September 2012

Iman Kristen


Iman Kristen

Allah tidak pernah bertindak sesudah umat-Nya bergerak, sebab Allah lebih dahulu menolong, memperhatikan, dan mendengar umat-Nya. Oleh karena itu, orang beriman dalam hidup orang Kristen harus menyadari ke berpihak Allah kepada mereka kemudian sebagai jawaban ditunjukkan dalam keterlibatan manusia dengan melibatkan diri dalam pekerjaan-Nya.
Dikatakan orang Kristen yang beriman itu tidak cukup hanya mengatakan bahwa dia beriman, tetapi harus ditunjukkan dalam perbuatan baik dan berbelas kasihan (Luk. 10:29-37; Yoh. 2: 24-26) kepada sesama. Oleh karena iman dalam diri orang percaya ditempa dalam perjalanan hidupnya untuk mengenal perbuatan dan karya Allah dalam hidup umat-Nya. Sepenuhnya dalam diri orang beriman “imanlah yang mengusai dirinya, bukan orang itu yang menguasai iman”. Iman yang benar adalah iman yang ditunjukkan dengan perbuatan baik, demikian juga dengan perbuatan baik yang benar adalah perbuatan yang harus didasarkan atas iman.[1] Iman dan perbuatan tidak dapat dipisahkan dan tidak boleh saling mendahului, karena iman dan perbuatan itu berada dalam satu lingkaran. Oleh karena itu, orang Kristen haruslah menjadi orang yang beriman. Maka yang dituntut bukan hanya percaya saja, melainkan harus beriman sebagai orang percaya, supaya pemberitaan Allah sebagai inisiator tidak sia-sia dalam kehidupan umat-Nya.[2]
Dalam hidup yang berada dalam pluralisme, iman orang Kristen harus kokoh dan mempunyai sikap menerima perbedaan. Bukan berarti ikut mengimani apa yang diimani oleh orang lain, tetapi menghargai atas apa yang mereka imani. Orang Kristen harus berdiri pada tingkat yang sama dengan orang lain dan memberi diri dibimbing oleh kebenaran Allah sendiri. Maka kehadiran orang yang beriman sebagai orang Kristen bersama dengan orang lain mempunyai orientasi kepada keselamatan dan kesejahteraan orang lain dan diri sendiri (Yer. 29:7). Orang beriman dituntut menjadi orang yang terampil dimasa yang akan datang. Karena jika tidak demikian, bagaimana caranya menolong orang lain dan menolong diri sendiri. Kemudian orang Kristen sebagai orang beriman harus menjadi pemikir Kristen yang tangguh dan dapat berfikir secara kritis.[3]
Dalam hidup manusia, seringkali mendekatkan diri pada Allah kala ada derita atau pencobaan seperti penyakit. Kalau kita teliti lebih jauh, kondisi yang demikian sungguh sesuatu yang patut disesalkan dalam keimanan kekristenan. manusia seharusnya tetap mendekatkan diri kepada Allah baik dalam keadaan susah maupun senang. Kalau diperhatikan dari segi kebutuhan dari orang yang datang kepada Yesus, mereka datang kalau ada yang mereka butuhkan.[4]
Yesus menyembuhkan banyak orang sakit, namun perlu juga diketahui bahwa kuasa Yesus tidak terbatas hanya untuk menyembuhkan yang sakit, bahkan lebih dari itu. Yesus juga mempunyai otoritas yang lebih besar dari itu, yakni mengampuni dosa. Dalam otoritas mengampuni dosa, ini sungguh sulit diterima oleh masyarakat yang ada di tempat kala Yesus melakukan mujizat penyembuhan sekaligus pengampunan. Orang-orang di situ yang kemungkinan besar berasal dari orang-orang ahli Taurat berkata: “Dia menghujat Allah”. Perkataan ini muncul di kala Yesus berkata bahwa dosa orang yang disembuhkan telah diampuni (Mat. 9:3).[5]
Kalau ditelusuri lebih jauh dari segi ke-Yahudi-an, di mana ketika masa Yesus Kristus berkarya, mereka belum bisa berterima akan kehadiran Yesus sebagai Mesias yang dijanjikan Allah. Bagaimana jika pada masa kini, Seberapa jauhkah manusia telah meyakini akan kuasa Allah, apakah manusia masih berfikiran sama seperti orang Yahudi dahulu kala atau apakah manusia akan datang kepada Allah kala ada masalah? Secara garis besar kebanyakan dari manusia akan menjawab bahwa manusia telah mengakui Yesus yang memiliki otoritas bukan hanya menyembuhkan, tetapi lebih dari situ, Ia mampu melakukan apa saja sama seperti Bapa-Nya.[6]
Namun kalau manusia mau mengakui, memang manusia sering lebih mendekatkan diri kala ada penderitaan. Akankah pola pikir yang demikian akan tetap kita pertahankan? Melalui nas Matius 9:1-8, manusia diingatkan, bahwa Yesus mampu mencukupi apa yang manusia butuhkan bahkan yang paling dasar sekalipun, yaitu mengampuni dosa-dosa manusia terlebih lagi dari pengorbanan-Nya dikayu salib. Janganlah datang dikala ada masalah, tetapi hendaknya selalu dekat kepada Tuhan bagaimanapun keadaannya.

1.1    Iman yang Melahirkan Pengakuan adalah Identitas Kristen
Pengakuan iman orang Kristen adalah penetapan kepercayaan secara individu yang tidak lepas dari Kristus yang adalah Tuhan dan Juruselamat yang memberikan janji “pengharapan untuk hidup kekal”. Dalam Alkitab dan juga dalam pemahaman teologi Kristen, iman tidak hanya pengiaan intelektual tetapi juga percaya, komitmen hati dan kehendak, dan keyakinan. Inilah yang akan ditunjukkan orang yang percaya itu dalam hubungan dengan Kristus dan terhadap sesama manusia. Pengakuan iman (“percaya”) dapat diartikan sebagai kesaksian iman yang konkret (Mat. 16:13-20),[7] yang ditunjukkan dalam perbuatan sebagai identitas dan disebut sebagai pelaksanaan iman (Mat. 7:21). Dengan demikian untuk memahami mengenai iman di dalam pengakuan ini, dimulai dari pengakuan iman Kristen (pengakuan iman rasuli).
Tetapi pengakuan ini bukan bermaksud untuk mengatakan bahwa keyakinan (iman) di luar Kristen itu tidak benar, karena tanggapan yang demikian akan melahirkan iman yang fanatik.[8] Yang ingin disampaikan bahwa inilah iman yang seharusnya dipahami dalam kekristenan. Karena dengan iman yang benar, manusia akan menunjukkan identitasnya sebagai orang beriman di setiap saat dan di segala tempat. Dengan kata lain iman yang sungguh-sungguh akan dapat menentukan sikap dari orang yang beriman itu. Karena jika melihat kehidupan beragama sebagai orang yang beriman sekarang, telah banyak pemahaman yang fanatik, menganggap agamanya sendiri yang benar. Sebagai akibat dari pemahaman yang dangkal atas apa yang diimani.

1.2    Iman Mempersatukan Hidup Dalam Kasih
Gereja yang merupakan persekutuan orang percaya dibawa kepada hidup yang baru di dalam Kristus.[9] Hidup komunitas yang bukan berasal dari individu manusia sendiri, melainkan dari sang Penebus. Tanda dari persekutuan ini adalah iman dan kasih yang ditumbuhkan Roh Kudus. Inilah kasih yang inklusif, bukan hanya kepada orang Kristen, melainkan kasih yang universal kepada kemanusiaan. Dasar dari kesatuan ini adalah kerajaan Allah yang tidak terbatas luasnya.[10] Jadi, iman bukan hanya diungkapkan melainkan harus dijalani yang ditunjukkan dalam perbuatan sebagai pelaksanan iman (Mat. 7:21), dan hidup dalam kasih.
Bagi orang Kristen iman dan kasih merupakan dua hal yang berhubungan erat. Sebab ia menjadi satu dengan Allah, gembira dan kuat karena percaya kepada Kristus, dengan tuntunan dari Roh Kudus. Dengan hubungan itulah, orang beriman akan mengabdi kepada Allah dan akan terwujud dalam kesatuan dan cinta kasihnya kepada sesama manusia.[11] Karena dalam iman yang dinyatakan adalah Allah yang mengasihi dan memandu orang beriman itu untuk memberikan tanggapan kepada Allah di dalam tindakan.[12] Maka iman tidak menyatukan kumpulan doktrin yang abstrak, melainkan perpaduan antara komitmen bersama dan kesatuan antara Kristus dan orang percaya. Itu merupakan respon dari keseluruhan manusia yang percaya kepada Allah dalam Kristus. Dalam iman itulah manusia mempunyai pengharapan, pengampunan dan menjadi satu dalam kasih.[13]

1.3    Iman sebagai Petunjuk Hidup Kristen ditengah Pluralitas
Dalam bagian ini penulis ingin melihat bagaimanakah pandangan orang Kristen sebagai orang yang beriman terhadap agama lain di tengah situasi pluralis.
Dalam pandangan orang Kristen dengan pengakuan imannya kadang mempunyai tanggapan keras kepada orang lain. Hal ini terjadi karena tanggapannya, agama lain merupakan pemberotakan manusia terhadap Allah, atau penyelewengan dari jalan Allah yang benar, sehingga selama mereka tidak percaya kepada Yesus Kristus pintu keselamatan Allah tertutup bagi mereka.[14] Pandangan inilah yang akan menimbulkan sifat yang fanatik, dan menunjukkan statusnya sebagai orang beriman yang tidak sungguh-sungguh.  Kemudian kasih yang universal yang berasal dari Allah tidak dapat ditunjukkan kepada sesamanya.
Orang Kristen yang beriman harus dapat menguraikan imannya di tengah pluralis itu (1 Ptr. 3:15). Kemudian dapat meneruskan isi imannya kepada orang lain. Sehingga iman menjadi konkret dalam kehidupan pribadi dan kesaksian di tengah perbedaan yang ada.[15] Untuk itulah solusi yang mungkin bisa dikatakan tepat dan aktual pada saat ini adalah “dialog” dengan agama-agama dan aliran kepercayaan lainnya. Dalam hal ini, orang beriman harus memiliki pengertian dan saling menerima yang mencakup segala aspek kehidupan. Sehingga orang beriman akan mampu menerima perbedaan, menghargai keyakinan orang lain, dan tetap merealisasikan iman yang dimiliki.
Selain itu yang mungkin dapat ditunjukkan dan dilakukan oleh orang beriman di tengah-tengah perbedaan itu adalah hidup bersahabat. Hidup bersahabat yang dimaksud di sini adalah hidup bukan hanya dengan satu komunitas orang percaya, tetapi kepada seluruh orang sebagai kasih yang universal. Dalam hidup bersahabat inilah mungkin akan terlihat kebersamaan itu dalam mencapai kedamaian. Hidup bersahabat ini juga perlu dikembangkan dalam hidup orang beriman. Karena dalam persahabatan itu akan nyata perbuatan yang diwujudkan oleh orang beriman.
Pertanyaan!
1.      Apakah iman itu?
2.      Bagaimanakah sikap kita sebagai orang Kristen memahami iman di tengah-tengah masyarakat pluralitas?
3.      Apakah kita sudah melakukan segala sesuatu dengan menggunakan iman, jelaskan?



[1] Luther, Katekismus, Op. cit., hlm. 82-84
[2] Thomas H. Groome, Christian Religious Education: Pndidikan Agama Kristen: Berbagi Cerita dan Visi Kita, Jakarta: BPK-GM, 2010, hlm. 82-84
[3] Emmanuel Gerrit Singgih, Iman dan Politik dalam Era Reformasi di Indonesia, Jakarta: BPK-GM, 2008, hlm. 70-71
[4] Luther, Kebebasan, Op. cit., hlm. 33-34
[5] Ken Blue, Authority to Heal,  Texas: InterVarsity Press, 1987,  hlm. 34-35.
[6] C. Groenen, Sejarah Dogma Kristologi, Yogyakarta: Kanisius, 1988, hlm. 40.
[7] Dieter Becker, Op. Cit, hlm. 26.
[8] Lih. Linwood Urban, Sejarah Ringkas Pemikiran Kristen, Jakarta: BPK-GM, 2006, hlm. 300. Iman harus bersifat sukarela, tidak menuntut setiap aspek kepercayaan keagamaan  adalah tidak pasti secara subjektif. Inilah yang ditentang oleh Thomas Aquinas, ia mengatakan beriman/percaya menunjukkan secara meyakinkan bahwa ia meyakini keberadaan Allah. Karena kita tidak memutuskan untuk beriman dengan sewenang-wenang. Karena iman ditemukan dalam kesadaran, atau cara mengetahuinya disebut dengan “pengalaman keagamaan, dan wahyu”.
[9] Ibid., hlm. 454. Schleiermacher mengatakan bahwa, pemeliharaan dari kasih yang universal itu merupakan akibat dari perjamuan malam Tuhan yang mengambil bagian dalam tubuh dan darah Kristus “mengakibatkan semua orang percaya memastikan persekutuan mereka dalam Kristus” kemudian diwujudkan dalam persekutuan kita satu sama lain. Sebagaimana Kristus menyatukan setiap orang di dalam-Nya, maka manusia harus merasakan dirinya dipersatukan dengan orang lain sebagai usaha kearah persatuan.
[10] Ibid., hlm. 453.
[11] W. J. Koiman, Op. Cit, hlm. 82.
[12] Lih. J. Milburn Thompson, Keadilan dan Perdamaian: Tanggung jawab Kristiani dalam Pembangunan Dunia, Jakarta: BPK-GM, 2009, hlm. 326-327. Orang-orang beriman itu akan bersekutu dan menuturkan cerita tentang Allah, dan memahami relasi mereka dengan Allah (berteologi, beribadah kepada Allah, hidup yang benar). Jadi hubungan manusia dengan Allah adalah inti dari kehidupan manusia yang beriman.
[13] Alister E. Megrath, Christian Theology an Introduction, third edition, USA: Blackwell Publishers, 2001, hlm. 240.
[14] C. S. Song, Sebutkanlah Nama-nama Kami, Teologi Cerita dari Perspek Asia, Jakarta: BPK-GM, 2001, hlm. 170.
[15] Dieter Becker, Op. Cit, hlm. 28.

Selasa, 04 September 2012

Yesaya 61:1-2 dan Lukas 4:18-19


Kabar Baik Bagi Orang-orang Tertindas
(Jesaya 61:1-2 dan Lukas 4:18-19)
I.            Pendahuluan
Dalam dunia zaman sekarang ini, masih banyak orang-orang tertindas yang ditindas oleh orang-orang yang berada di atas. Di mana masih banyak para pembantu rumah tangga yang disiksa oleh para majikannya. Kaum bawah dilakukan tidak selayaknya bahwa mereka adalah sama-sama ciptaan Allah. Di zaman sekarang ini, keselamatan yang telah diberitakan oleh para nabi Perjanjian Lama sudahlah tidak lagi relevan. Padahal jika kita mengaji nya lebih dalam lagi apa yang telah diberitakan oleh para nabi itu adalah berita keselamatan yang selalu aktual sampai pada zaman sekarang ini.
Keselamatan yang diberitakan oleh para nabi akan selalu aktual di dalam kehidupan zaman sekarang, jika kita semua mengerti makna yang ada di dalam Alkitab atau Firman Allah. Karena Allah telah memberitakan keselamatan itu sejak zaman nabi-nabi dan memberikan anak Nya yaitu Tuhan Yesus Kristus untuk memberitakannya lagi, serta Yesus Kristus pun mengorbankan diri-Nya untuk keselamatan kita semua umat manusia.
Dalam sajian ini, penulis mencoba untuk mengemukakan bahwa kabar keselamatan yang diberitakan nabi para nabi masih aktual dalam kehidupan kita sekarang ini. Di mana pada zaman Perjanjian Lama kita mengartikan bahwa kabar keselamatan yang disuarakan para nabi adalah kabar keselamatan bahwa bangsa Israel akan bebas dari perbudakan, sedangkan pada zaman Perjanjian Baru sampai sekarang ini kabar keselamatan yang dikatakan Yesus Kristus adalah kabar keselamatan tentang bahaya dan kekuatan dosa, dan kelepasan dari dosa yang hanya dapat diperoleh dalam Kristus. Di mana Allah menyediakan dasar keselamatan, menawarkannya, dan bagaimana Allah sendiri pada diri-Nya adalah satu-satunya keselamatan manusia.

II.         Terminologi
Kata kabar baik dalam bahasa asli adalah בּשׂﬧ dan dalam bahasa yunani εύαγγελιζεσθαι, dalam sastra klasik kata ini mengacu kepada pahala yang diberikan untuk berita-berita yang baik. Juga menunjuk kepada apa yang dikabarkan, mula-mula kemenangan, kemudian berita kesukaan lain. Kabar baik adalah Allah di dalam Yesus Kristus telah memenuhi janji-janji-Nya kepada Israel, dan bahwa suatu jalan keselamatan telah dibuka bagi semua orang.[1]
Sedangkan di dalam Perjanjian Baru dengan jelas menunjukkan bahwa Kabar Baik itu menjadi jelas oleh kematian dan kebangkitan Yesus, sang Kristus. Kabar Baik itu datang bersama Kristus, tetapi telah diberitakan terlebih dahulu dalam janji-janji berkat Allah kepada Abraham dan telah dijanjikan dalam Kitab para nabi.[2]
Secara umum, Kabar Baik adalah sebuah berita keselamatan bagi manusia, yang diberitakan oleh para nabi terdahulu, sehingga pada akhirnya Yesus Kristus sendirilah yang memberitakan Kabar Baik itu sendiri dan Dia-lah yang telah menjadi Kabar Baik tersebut.[3].
Pengertian Kabar Baik dapat ditinjau dari Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru
a.      Perjanjian Lama dalam Yesaya 61:1-2 (בּשׂﬧ )
Kata בּשׂﬧ berarti membawa Kabar Baik atau Berita Baik, di dalam Bangsa Syiria בּשׂﬧ berarti membawa Berita Sukacita atau Kebahagiaan. Di dalam Perjanjian Lama kata בּשׂﬧ  terdapat 30 kali, 14 kali dalam bentuk piel, i kali dalam bentuk hithpael, 9 kali dalam bentuk subtantival participle, dan 6 kali dalam bentuk kata benda.[4]
Di dalam trito Yesaya kata בּשׂﬧ ini mendapat proses keintenfikasi yang besar dalam pengertiannya. Yang pertama sekali kata בּשׂﬧ ini digunakan untuk memproklamasikan Keagungan Allah. Di dalam Yesaya 61:1, kata בּשׂﬧ lebih dari kata memproklamirkan saja, tetapi juga lebih dari nubuatan para nabi untuk masa depan. Dalam interprestasi misinya para nabi melihat bahwa prioritas utamanya adalah membawakan Kabar Baik kepada orang-orang yang menderita. Proklamsi itu mencakup penyelamatan dan juga berita kebahagiaan dari Allah, inilah yang menjadi element penting dalam pekerjaan para nabi, di mana pekerjaan mereka mencakup: penyembuhan, membebaskan, memberi kenyamanan, menyelamatkan dan lain-lain.[5]
b.      Perjanjian Baru dalam Lukas 4:18-19 (εύαγγελιζεσθαι)
Yesus Kristus adalah salah satu yang membawa Kabar Baik untuk terakhir kalinya. Kata εύαγγελιζεσθαι dapat ditemukan dalam perkataan Yesus Kristus di dalam Lukas 4:18, menurut Lukas 4:18 Yesus Kristus dalam Kotbah-Nya di Nazareth memakai Yesaya 61:1 yang tujuannya kepada diri Yesus Kristus sendiri[6].
Kata yang dipakai dalam Lukas 4:18-19 adalah ευαγγελισασθαι artinya menyampaikan kabar baik. Dalam PB Yesus disebut sebagai pembawa kabar baik (ευαγγελιζόμενος), dan Yesus sendiri adalah isi pesan-Nya. Dalam Injil Lukas ditunjukkan bahwa tugas Yesus menyampaikan kabar baik adalah tentang kerajaan Allah. ini adalah misi dan kewajiban rohani Yesus. Kehadiran kerajaan Allah berarti sukacita.[7]
Kata ευαγγελισασθαι, memberikan gambaran luas atas seluruh pekerjaan Yesus. Keseluruhan hidupnya merupakan pernyataan Injil. Oleh sebab itu kelahiran-Nya merupakan kabar baik (Luk.2:10). Kedatangan Yesus ke dunia ini, kehidupan dan kematian-Nya merupakan pesan damai yang agung. Dengan kata lain seluruh pekerjaan Yesus telah digambarkan dalam kata ευαγγελισασθαι.[8] Sehingga kata ευαγγελισασθαι tidak hanya ucapan dan khotbah melainkan suatu pengumuman yang penuh dengan otoritas dan kekuasaan.
Berdasarkan uraian diatas, saya berpendapat bahwa Kabar Baik yang diberitakan oleh para nabi terdahulu, adalah Kabar Baik yang mencakup keselamatan bagi bangsa Israel, sedangkan Kabar Baik yang diberitakan oleh Yesus Kristus adalah Kabar Baik bagi seluruh umat manusia, dan selain itu Yesus Kristis sendirilah Kabar Baik yang selama ini diberitakan oleh para nabi terdahulu.


III.      Pembimbing Teks
3.1     Kitab Yesaya
Kitab Yesaya adalah kitab yang memberitakan kabar keselamatan bagi semua bangsa, dimana pada masa pemberitaan nabi Yesaya kabar keselamatan ini ditunjukkan kepada bangsa Israel saja. Tetapi bayangan keselamatan ini diluaskan kepada dua arah yang berlainan: pada satu segi, keselamatan ini ditingkatkan sedemikian rupa, hingga baru terwujud di dalam langit dan bumi baru yang Tuhan ciptakan (65:17), di mana sinar matahari dan bulan diganti oleh cahaya kemuliaan Allah (60:19-20). Pada segi lain, berdasarkan berita nabi-nabi abad kedelapan dan ketujuh ditekankan bahwa kini Tuhan menyertai orang-orang remuk, miskin dan patah semangat[9].
Latar belakang Kitab Yesaya 61:1-2
Yesaya 56-66 merupakan Yesaya ketiga (Trito Yesaya) yang berasal dari masa setelah pembuangan (kira-kira tahun 520 sM). Bagian ketiga ini dipandang berasal dari pengikut nabi yang kedua (Yes.40-55). Harapan yang ditimbulkan Deuteroyesaya (kesejahteraan) yang dinantikan Hagai dan Zakharia tidak kunjung datang. Yang terjadi pada masa itu adalah kebanyakan orang Yehuda menderita kekurangan dan sejumlah kecil warga kota bertambah kaya. Sebagian dari mereka rajin beragama, namun tidak menghiraukan nasib sesamanya, sebagian lagi mencari jaminan pada TUHAN dan dewa-dewa. Dalam situasi demikian bangkitlah Tritoyesaya untuk mengaktuilkan nubuatan Deuteroyesaya.[10]TUHAN menyuruh hamba-Nya memberitakan tahun rahmat yang mewujudkan tahun Yobel. Proklamasi ini berupa keputusan hukum, itu sebabnya nabi menekankan bahwa TUHAN mencintai hukum atau keadilan. Siapa saja yang bertindak menurut keadilan dan mengaku TUHAN akan diberikan keselamatan, biarpun mereka orang asing yang menggabungkan diri kepada TUHAN.[11]
Tritoyesaya juga memastikan bahwa TUHAN mengasihi umat-Nya seperti seorang ibu mengasihi anaknya dan bahwa Ia kini bersama-sama dengan orang yang remuk hati untuk menghidupkan hati mereka. Ia juga menugaskan anggota umat-Nya untuk membebaskan orang-orang tertindas dari berbagai tekanan yang diderita mereka.[12]
Dalam pasal ini, sejiwa dengan pasal 60 dan 62, dan memberitakan, bagaimana pemanggilan dan tugas nabi yang menubuatkan keselamatan kelak di Yerusalem. Orang yang berfirman pada ayat 1-2 sadar bahwa ia diutus oleh Allah untuk memberitakan keselamatan, sama seperti nabi-nabi besar yang yakin bahwa firman Allah dipercayakan kepada mereka. Pada satu pihak, ayat 1-2 bersandar kepada “nyanyian hamba Tuhan” yang pertama, hamba Tuhan itu datang demi keselamatan bangsa-bangsa, tetapi nabi ini disuruh melepaskan orang-orang sengsara di sion. Pada pihak lain, diduga bahwa orang ini ditempatkan di dalam rentetan nabi-nabi yang dihinggapi Roh untuk memberitakan keselamatan kepada Israel di zaman raja-raja[13].
Tuhan menyuruh hamba-Nya memproklamirkan tahun rahmat yang mewujudkan maksud-tujuan tahun sabat dan tahun Yobel, ketika orang miskin yang menyerahkan dirinya atau anggota keluarganya menjadi budak (bnd. Im 25: 35-43 dan Yer 34:8-22) ataupun yang menjual tanah pusaka karena berhutang (bnd. Im 25: 25-38) diberi kembali kemerdekaan dan tanah usaha. Proklamasi ini menekankan bahwa TUHAN mencintai hukum/keadilan (61: 8). Dengan keputusan-Nya Allah menjamin hak orang sengsara dan memungkinkan hubungan yang adil dalam masyarakat, karena Allah sendiri di pihak orang-orang kecil[14].

3.2     Injil Lukas
Kata Injil berasal dari bahasa Yunani yang masuk ke dalam bahasa Indonesia melalui bahasa Arab. Kata itu berarti “Kabar Baik”. Dalam Perjanjian Baru, Injil berarti “kabar baik tentang Yesus Kristus”. Dengan demikian Injil Lukas berarti “kabar baik tentang Yesus Kristus yang ditulis Lukas”. Memang dalam Kitab Lukas tidak tertera bahwa yang menulis kitab itu adalah Lukas, tetapi sejak dahulu kala sudah diakui bahwa kitab ini ditulis oleh Lukas. Dia adalah seorang “tabib” atau “dokter” (Kol. 4:14) yang menjadi: “Teman sekerja” Rasul Paulus dalam mengabarkan Injil (Filemon 1:24)[15].
Tema[16]
Tema-tema dalam Injil Lukas adalah sebagai berikut:
1.      Keselamatan bagi semua
Lukas mempunyai pesan yang menyeluruh tentang keselamatan universal. Lukas tidak terpengaruh oleh ketakutan pada Injil lainnya. Lukas menekankan bahwa Yesus tetap terbuka bagi orang Yahudi yang kembali kepada-Nya (Kis. 3:17-20).
2.      Belas kasih dan pengampunan
Dalam Injil Lukas, Yesus selalu berusaha membantu yang miskin, pendosa, yang tersisih.
3.      Kegembiraan
Injil Lukas memancarkan kegembiraan keselamatan. Kegembiraan mengalir dari suatu kepercayaan terhadap kasih Allah dan belas kasih-Nya seperti ditunjukkan dalam pengajaran dan tindakan Yesus.
4.      Perjalanan
Lukas menggunakan tema perjalanan untuk menyusun bagian pusat dari Injilnya (9:51-19:44), yaitu seputar perjalanan terakhir Yesus dari Galilea ke Yerusalem.
5.      Kehidupan Kristen Modern
Lukas membuat ajaran Yesus dapat diterapkan dalam kehidupan pembaca kelas menengah dalam suatu masyarakat kosmopolit. Iamenunjukkan bahwa warga negara yang baik dapat diselaraskan dengan kekristenan.
6.      Pemenuhan Nubuat
Perutusan keselamatan Yesus telah dipersiapkan berabad-abad. Lukas mengutip banyak sekali ajaran Perjanjian Lama untuk pembacanya yang Yunani, meskipun tidak sebanyak Matius. Salah atu ungkapan yang disukai Lukas adalah “Hal itu harus terjadi” (Lukas 2:49).
7.      Kenaikan
Kenaikan mengikuti kebangkitan merupakan tindakan pemuliaan disaat Yesus duduk di sisi kanan Bapa. Kenaikan menentuka bagi tindakan penyelamatan Yesus, karena lewat pemuliaan-Nya ini Roh Kudus dicurahka kepada Gereja dan keselamatan terbuka bagi semua orang.[17]
Latar Belakang Injil Lukas 4:18-19
Dalam pasal ini, dapat kita sebut bahwa pasal ini bagian dari sumarium, di mana Yesus berkotbah di Nazaret. Inilah yang menjadi permulaan pekerjaan Yesus Kristus di muka umum. Sudah jelas bahwa pada pasal ini Yesus Kristus datang untuk mengabarkan “Kabar Baik/Keselamatan” kepada orang-orang miskin, orang-orang tertindas[18].
Injil Lukas dibuat setelah tahun 70 kira-kira 75. Lukas adalah seorang bukan Yahudi  (Kol.4:14).[19] Gaya bahasa dan susunan tulisan Lukas mempunyai ciri khusus, yaitu pemakaian hukum dwiganda. Artinya, Lukas sering menduakalikan kata-kata dan kalimat-kalimat, menghubungkan dua kata yang saling melengkapi atau yang merupakan lawan masing-masing memberi dua contoh dari satu kejadian yang sama dan seterusnya. Barangkali Lukas berkenalan dengan bentuk sastra demikian adalah karena membaca Septuaginta.[20]
Tema-tema besar dalam Injil Lukas ini adalah Lukas menceritakan riwayat Yesus sebagai sejarah; gagasan pokok dalam pelayanan Yesus adalah Injil Keselamatan ; keselamatan itu adalah untuk semua orang (karena semua orang telah hilang).[21] Maksud Injil Lukas ini adalah untuk memberikan kesaksian, yang berdasarkan kepercayaan, tentang pekerjaan Yesus, yakni bahwa di dalam Dia menurut rencana Allah, keselamatan itu disuguhkan sepenuhnya kepada orang yang bukan Yahudi, orang yang hina dan orang yang berdosa.[22]

IV.      Tafsiran
4.1. Tafsiran Kitab Yesaya 61: 1-2
Ayat 1-2, tentang hambaNya itu Tuhan berfirman: “Aku telah menaruh Roh-Ku ke atasnya”. Nabi ini pun mengetahui bahwa Roh datang ke atasnya atau kepadanya. Terjemahan “ada padaku” janganlah diartikan seolah-olah nabi mempunyai Roh pada dirinya, tetapi jelas bahwa Roh dikaruniakan kepada nabi itu. Dengan demikian nabi diurapi (lain dengan Elisa yang diurapi oleh Elia, agar ia menggantikannya sebagai nabi 1 Raj. 19:16). Bukan nabi sendiri yang penting, melainkan firman yang dipercayakan kepadanya sebagai duta Allah[23].
Berbeda dengan Yesaya, nabi ini membawa kabar baik yang menimbulkan kesukaan. Yesaya melaporkan kepada kota-kota Yehuda bahwa Tuhan datang (40:9) dan yesaya berlari ke Yerusalem dengan kabar bahwa Tuhan itu raja (52:7, bnd. Maz. 96:2-3, 13). Kabar ini bukan firaman nabi yang berdasarkan nubuat, melainkan Injil yang disaksikan oleh pemberitanya. Injil ini dialamatkan kepada orang-orang sengsara, orang-orang yang berkekurangan, miskin dan tertekan. Bukan Israel seluruhnya, bukan Yerusalem, melainkan orang-orang yang menderitalah yang diberi kesukaan (kabar keselamatan) ini[24].
Memang keselamatan ini bukan milik Israel saja, tetapi seperti bumi memancarkan tumbuh-tumbuhan dan seperti kebun menumbuhkan benih yang di taburkan, demikianlah Tuhan ALLAH akan menumbuhkan kebenaran dan puji-pujian di depan semua bangsa-bangsa (61:11, bnd. 66:18-19 dan 21), di mana orang asing pun menjadi imam dan orang lewi[25]. Pasal ini menggambarkan kesejahteraan yang akan datang untuk kota sion yang hancur lebur[26].
Orang-orang yang remuk hati dirawat sampai sembuh (tentang patah hati, bnd. Maz. 51:19; 147:3, tentang patah semangat, bnd. 57:15 dan 50:4, untuk mendapat suatu masa depan yang baik). Kepada orang-orang tawanan diberitakan pembebasan; mereka yang tadinya memperhambakan diri karena utang, atau dipenjarakan karena tidak sanggup membayar, dinyatakan bebas. Orang-orang yang terkurung dilepaskan.
Pembebasan ini dikiaskan kepada tahun sabat, tahun penghapusan hutang (Ul. 15:1-8, di mana dibebaskan hamba-hamba dan orang miskin yang berutang) atau dengan tahun kelima-puluh, tahun Yobel (Im. 25:10-17, di mana masing-masing mendapat bagian dalam tanah-pusaka umat Israel dan dengan demikian menjadi merdeka, berhak penuh di dalam masyarakat), tahun itu disebut tahun rahmat. Di mana orang-orang yang tertindas dibebaskan dan orang-orang yang menindas akan di hukum yaitu hari pembalasan[27].
Di dalam pasal ini, nabi Yesaya ingin mengatakan bahwa Allah itu adalah penebus Israel. Dan yang lebih mengesankan lagi adalah bahwa pasal ini memperkirakan lebih jauh ke masa depan dan berbicara kepada orang-orang yang kembali dari pembuangan. Hidup dengan jujur, kemuliaan Yerusalem di masa depan dan pembalasan Allah terhadap para musuh-Nya adalah topik-topik umum. Di dalam semua ini, Allah menyampaikan agenda-Nya di hadapan Israel, sehingga umat itu dapat mengerti dan menguatkan kekudusan, kedaulatan dan kesetiaan-Nya. Nabi Yesaya dengan jelas berbicara tentang Roh Allah, di mana Yesus juga menggunakan perikop ini di rumah ibadat di Nazaret, ketika Ia menyatakan bahwa hal itu telah digenapi pada “hari ini sewaktu kamu mendengarnya”[28].
Perkataan “Hamba Allah” tidak terdapat dalam nyanyian ini, namun agaknya dapat disimpulkan dari perkataan padaku (ay.1). Dapat diperhatikan dalam orang yang diurapi dengan Roh dan yang dilengkapi dengan Roh, merupakan percampuran istilah yang menjurus kepada Hamba dan Raja Mesianis. Hamba ini datang membawa kabar baik yang menimbulkan kesukaan bagi orang-orang sengsara. Orang-orang sengsara diterjemahkan dengan orang miskin dalam septuaginta.[29]
Ay.1-2 ini merupakan kabar sukacita yang dirasakan oleh nabi dalam batinnya sehingga terdorong untuk mengucapkannya. Kata yang dipakai untuk menggambarkan penerimaannya terhadap Firman Tuhan, adalah “atas ku.” Telah mengurapi Aku untuk membawa kabar sukacita, membalut, memproklamirkan, dan memberi kenyamanan. Nabi ini sadar bahwa semua itu merupakan maksud atau tujuan TUHAN yang akan menggetarkan hati orang-orang yang sangat membutuhkannya. Dalam penyataan ini, TUHAN menunjukkan bagaimana TUHAN bekerja melalui hambanya, dan khususnya di sini, bagaimana TUHAN memberi perubahan dari keputusasaan yang mendalam menuju puncak sukacita. Mereka yang telah dibawa ke dalam tahanan (mereka dan keturunannya) dari perkabungannya akan diubah menjadi sukacita. [30]
 Roh Tuhan telah mengurapi aku, pengurapan di sini dengan jelas dihubungkan lebih kepada pemberian Roh TUHAN daripada pengurapan minyak seperti biasa dilakukan dalam pengurapan para nabi atau raja. Hal ini menunjukkan adanya tugas khusus yang diberikan. Membawa kabar baik telah menjadi tema sentral dalam pasal 40 pada orang-orang miskin. Orang yang remuk hati sering juga disejajarkan dengan orang-orang miskin. Di sini hal itu dengan tajam menggambarkan keadaan komunitas Yahudi yang putus asa di sekitar kejatuhan Yerusalem, sebelum Ezra kembali. Memberitakan pembebasan kepada para tawanan, biasanya digunakan dalam PL untuk menyebut tahun Yobel (Im.25). Ini sebutan untuk pembebasan para budak setiap tahun ke-limapuluh. Nabi ini menggunakannya sebagai simbol atas pembebasan dari masalah pembuangan. Tidak ada bukti tahun Yobel telah pernah ada, tetapi itu merupakan metaphor atas kebebasan yang dipersiapkan TUHAN kepada umat-Nya melalui alat-alat pilihan-Nya.[31]

4.2. Tafsiran Injil Lukas 4:18-19
Ayat 18-19, adalah kutipan dari Yesaya 61:1-2, Septuaginta, yaitu Perjanjian Lama dalam bahasa Yunani. Ayat ini memberikan keterangan tentang Mesias dan pekerjaan-Nya. Ketika Yesus mengatakan bahwa kata-kata itu sudah digenapi, Ia sekaligus menyatakan bahwa Dia bukan hanya sekedar nabi biasa, tetapi juga Mesias yang dinanti-nantikan oleh bangsa Israel.
Roh Tuhan ada pada-Ku: ungkapan ini kembali mengingatkan kita pada peristiwa pembaptisan-Nya. Roh Tuhan “Roh Allah”, atau “Roh yang diutus Allah”. Ada pada-Ku: dalam kata-kata ini tersirat pengertian bahwa Roh Tuhan ada pada Yesus untuk menolong Dia atau memberikan kuasa kepada Dia untuk melakukan beberapa hal dalam pekerjaan-Nya[32].
Oleh sebab Ia telah mengurapi Aku. Mengurapi berarti, menuangkan minyak zaitun ke atas kepala seseorang sebagai tanda bahwa orang tersebut telah dipilih atau diutus atau dilantik oleh Allah menjadi imam atau raja. Di sini kata mengurapi dipakai sebagai kiasan karena pada waktu itu tidak “diurapi” dengan minyak sebagaimana biasa dilakukan, tetapi Allah mengurapi Dia dengan Roh Kudus pada waktu Dia dibaptis. Jadi kata mengurapi berarti melantik atau “menugaskan” atau “mengangkat” dengan membawa kuasa dari Tuhan[33].
Menyampaikan kabar baik: ungkapan ini dapat juga diterjemahkan menjadi: “memberitakan kabar baik” atau “mengumumkan kabar baik”. Kabar baik tersebut berasal dari Allah yang berarti Kabar Keselamatan juga[34]. Menurut Donahue, Lukas adalah seorang penginjil yang paling tertarik akan “Keadilan Sosial” dan Yesus dalam pandangan Lukas adalah seorang nabi dalam model Perjanjian Lama. Dalam magnificat, Yesus diwartakan sebagai satu-satunya yang menunjukan belas kasih dan keadilan Tuhan yang menyelamatkan; Dia akan menurunkan yang berkuasa serta mengangkat yang hina-hina dan mengenyangkan mereka yang lapar. Motif kenabian ini diambil oleh Yesus dalam khotbah yang disampaikan oleh nabi Yesaya: “Roh Tuhan ada pada-Ku, oleh sebab Ia telah mengurapi Aku, untuk menyampaikan kabar baik kepada orang-orang miskin; dan IA telah mengutus Aku untuk memberitakan pembebasan bagi orang-orang tawanan, dan penglihatan bagi orang-orang buta, untuk membebaskan orang-orang tertindas, untuk memberitakan bahwa tahun kesukaan Tuhan telah datang” (Luk. 4:18-19). Injil Lukas juga merupakan Injil yang paling kritis terhadap kesejahteraan yang menurut gambarannya tidak sesuai dengan Injil[35].
Tahun rahmat Tuhan: ayat ini mengingatkan kita ke Imamat 25, yaitu tentang tahun Yobel, yang diperingati setiap lima puluh tahun. Pada tahun tersebut tanah dan rumah orang-orang miskin yang dulunya sudah terjual dikembalikan kepada mereka dan utang mereka dihapuskan. Budak-budak juga dibebaskan pada tahun tersebut. Dimana pada ayat 18 ini, pada saat Yesus memulai pekerjaan-Nya, pada saat itulah Tuhan menyelamatkan umat-Nya.
Ay.18, Roh Tuhan ada pada-Ku, kata-kata ini menunjuk kepada Yesus Kristus sendiri yang melihat kembali pada pembaptisan Yesus. Dalam hal ini Yesus melebihi para nabi, Dia adalah anak yang dikasihi oleh Allah (Luk.3:21,22). Ia telah mengurapi Aku, bahwa Kristus telah diurapi dengan Roh (seperti para Nabi dan Imam diurapi dengan minyak), kata ini mengandung arti bahwa Kristus hanya diurapi sekali untuk selamanya. Hal ini juga ditekankan dalam kata berikutnya, απεσταλκεν yaitu Ia telah mengutus. Kata ini berbeda dengan kata πεμπω (mengirim) yang mengandung arti lebih umum dan tidak menunjukkan adanya relasi khusus antara orang kiriman dan yang mengirim, kata   απεσταλκεν menambahkan satu ide kekuasaan pendelegasian yang membuat orang yang diutus menjadi wakil atau                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                  representatif dari yang mengutusnya.[36]
Ayat ini merupakan deskripsi tugas Yesus yang lengkap yang akan dipenuhinya. Kekuasaan Allah telah dikirim ke bumi ini dalam Yesus. Apa yang dikatakan sebagai tugas hamba itu dapat diringkaskan demikian: atas dorongan Roh Tuhan, Ia memberitakan bahwa telah datang zaman mesias, yaitu zaman di mana Allah akan mewujudkan keselamatan yang dari pada-Nya di bumi ini. Keselamatan itu merangkum berkat dan bahagia, baik secara jasmani maupun secara rohani.[37]  
Jadi pertama-tama “kabar baik” mengenai keselamatan itu terutama akan menjadi kabar baik untuk orang-orang miskin, yakni orang biasa yang oleh orang-orang berkuasa dan pemimpin-pemimpin agama sering ditindas dan dihina. Demikian juga kepada orang-orang tawanan akan dibebaskan (boleh berarti orang-orang dari pembuangan babel atau yang putus harapan), kepada orang-orang buta (secara badaniah atau rohaniah) akan melihat. Singkatnya, hamba itu akan membawa tahun kesukaann Tuhan yaitu masa keselamatan atau anugerah dan kebebasan. [38]    
Ay. 19. Untuk memberitakan tahun rahmat Tuhan yang akan datang (yang tepat dan baik). Ini merupakan puncak dari apa yang hendak disampaikan. Ini disebut tahun yang cocok/ pantas pada Tuhan. Gambaran ini tidak diambil dari pembuangan, tetapi berasal dari tahun Yobel orang Yahudi, yang selalu dikenal dengan tahun ke limapuluh setelah tujuh kali tahun sabat. Ini biasanya disebut tahun anugerah TUHAN, tetapi Yesaya menyebutnya tahun yang dapat diterima atau yang menyenangkan bagi TUHAN. Ini hari kesukaan Tuhan karena di dalamnya rencana keselamatan-Nya sedang dinyatakan melalui Yesus Kristus.[39]

V.         Muatan Teologi
Muatan teologi yang dapat dilihat adalah:
Ø  Kabar Keselamatan diberikan kepada semua orang, tidak terbatas hanya kepada umat Allah tetapi bagi orang kafir juga yang mengakui dan percaya kepada Allah.
Ø  Teologi penderitaan, bahwa setiap orang yang menderita dan tertindas yang percaya kepada Allah akan mendapat penghiburan dan kebahagiaan. Karena Yesus sendiri sebagi juruselamat ada bersama-sama dengan orang yang menderita dalam penderitaan tersebut.

5.1  Kontiniuitas dan diskontiniuitas
5.1.1        Kontiniuitas
Kabar keselamatan yang diberitakan oleh Tritoyesaya bergema dan digenapi oleh Yesus Kristus. Injil kerajaan Allah dilihat para penginjil dalam terang tahun rahmat itu. Menurut Lukas 4:18-19, Yesus memperkenalkan diri di Nazaret dengan membaca Yes.61:1-2. Dengan nas yang sama Yesus juga menemani orang-orang tertekan, untuk menghidupkan hati orang yang remuk. Dia-lah yang melepaskan mereka dari segala belenggu dan yang mengajak mereka hidup sebagai anak-anak Allah. [40]
5.1.2        Diskontiniuitas
Tritoyesaya adalah nabi yang memberitakan Firman Tuhan yang disampaikan oleh TUHAN kepadanya. Artinya berita keselamatan yang dibawanya ditujukan kepada seorang mesias atau juruselamat yang bukan dirinya sendiri. Berbeda dengan itu Injil Lukas 4:18-19, mengatakan Yesus sebagai pembawa kabar sukacita tersebut, juga merupakan isi pesan tersebut. Artinya Yesus sendiri-lah berita keselamatan itu. Dengan kata lain Yesus memperkenalkan diri-Nya sendiri sebagai juruselamat yang akan memberikan kebebasan dan keselamatan bagi orang-orang tertindas.
VI.      Kesimpulan
Kabar Baik yang di beritakan nabi Yesaya adalah kabar keselamatan bagi bangsa Israel dan bagi seluruh bangsa-bangsa yang tertindas. Di mana nabi Yesaya adalah nabi yang diutus oleh Allah untuk mengabarkan berita keselamatan. Karena Allah tahu bahwa bangsa Israel dan bangsa-bangsa lainnya sedang mengalami ketertindasan, maka Allah mengutus nabi Yesaya agar memberitakan Kabar Baik tersebut.
Adapun keselamatan itu diterima bukan hanya untuk bangsa Israel saja, tetapi semua orang yang sedang tertindas dalam bentuk apapun. Kabar keselamatan ini pun tidak hanya di kabarkan dalam Perjanjian Lama saja, ketika zaman para nabi. Tetapi juga pada zaman Perjanjian Baru, di mana Tuhan Yesus Kristus datang untuk memberitakan “Kabar Baik” bagi seluruh umat manusia. Hanya saja keselamatan yang diberikan oleh Tuhan Yesus Kristus lebih dalam maknanya. Karena bukan hanya mengenai orang-orang tertindas saja yang diselamatkan, tetapi juga kepada manusia yang sudah berdosa diselamatkan melalui pengorbanan diri-Nya. Sehingga semua umat manusia telah diselamatkan dari segala ketertindasan dan dosa.
Kabar Baik adalah rencana pembebasan dan pemulihan yang dijanjikan Tuhan kepada setiap orang  tertindas yang percaya kepada-Nya dan telah digenapi dalam Yesus Kristus.
Yesus Kristus adalah pembawa kabar baik dan sekaligus sebagai kabar baik bagi setiap orang (termasuk orang kafir yang menjadi percaya).
Allah menyatakan keselamatan itu dalam Yesus Kristus, yang hadir bersama-sama dengan orang yang menderita dan tertindas dalam penderitaan dan penindasan itu.
Penindasan dan penderitaan akan berubah menjadi kebahagiaan dan keselamatan pada hari kesukaan Tuhan.


[1] Ensiklopedi Alkitab Masa Kini jilid I, YKBK, Jakarta 2007, hlm. 435
[2] Ensiklopedi Alkitab Masa Kini jilid II, YKBK, Jakarta 2007, hlm. 375
[3] W. J. S. Poerwadarminta (penyusun), Kamus Umum Bahasa Indonesia, Balai Pustaka, Jakarta 1982, hlm. 892
[4] Karl Rahner, Encyclopedia of Theology, Burns & Oates, London 1981, hlm. 1504
[5] G. Johannes Botterweck & Helmer Ringgren (ed.), Theological Dictionary of the Old Testament, William B. Eerdmans Publishing Company, Grand Rapids 1975, hlm. 316
[6] Gerhard Kittel (ed.), Theological Dictionary of the New Testament, WM. B. Eerdmans Publishing Company, Grand Rapids 1964, hlm. 717
[7]Ibid.: hlm. 717,718
[8] Ibid.: hlm. 719
[9] Marie-Claire Barth-Frommel, Tafsiran Alkitab: Kitab Yesaya Pasal 56-66, BPK-GM, Jakarta 2008, hlm. 2
[10] C. Barth, Theologia Perjanjian Lama 4, BPK Gunung Mulia: Jakarta 2005: hlm. 118-119
[11] Ibid.: hlm.120
[12] M.C. Barth-Frommel, Op.Cit: hlm. 7
[13] Ibid., hlm. 56
[14] C. Barth, Op.Cit, hlm. 119
[15] (Ed. M.K. Sembiring, Edward A. Kotynski, Kareasi H. Tambur), Pedoman Penafsiran Alkitab: Injil Lukas, LAI & YKBBI, Jakarta 2005, hlm. 1
[16]  Jerome Kodell, Tafsir Alkitab Perjanjian Baru, Editor: Dianne Bergant dan Robert J. Karris, Kanisius, Yogyakarta 2007, hlm. 114
[17] Ibid., 115
[18] B. E. Drewes, Satu Injil Tiga Pekabar, BPK-GM, Jakarta 2006, hlm.277
[19] M.E. Duyverman, Pembimbing Ke Dalam Perjanjian Baru, BPK Gunung Mulia: Jakarta 2006: hlm. 86
[20] B.J. Boland, Tafsiran Alkitab: Injil Lukas, BPK Gunung Mulia: Jakarta 2001: hlm. 8
[21] F.F Bruce – Harun Hadiwijono, Tafsiran Alkitab Masa Kini 3; Matius-Wahyu, Komunikasi Bina Kasih: Jakarta 2008: hlm.185-186
[22] Duyverman, Op.Cit.: hlm.68
[23] Marie-Claire Barth-Frommel, Op.cit., hlm. 57
[24] Ibid., hlm. 58
[25] C. Barth, Op.cit., hlm. 122
[26] D. C. Mulder, Pembimbing Kedalam Perjanjian Lama, Jakarta 1970, hlm. 105
[27] Marie-Claire Barth-Frommel, Op.cit., hlm. 58
[28] W. S. Lasor, D. A. Hubbard, F. W. Bush, Pengantar Perjanjian Lama 2, BPK-GM, Jakarta 1994, hlm. 285
[29] F.F. Bruce – Harun Hadiwijono, Tafsiran Alkitab Masa Kini 2: Ayub-Malekahi, Komunikasi Bina Kasih: Jakarta 2008: hlm. 430
[30] Elmer A. Leslie, ISAIAH; Chronologically arranged, translated and interpreted, Abingdon Press: New York 1963: hlm. 223, 224
[31] John D.W. Watts, Word Biblical Commentary 25; Isaiah 34-66,  Word Books Publisher: Waco, Texas 1987: hlm. 302,303
[32] (Ed. M.K. Sembiring, Edward A. Kotynski, Kareasi H. Tambur), Op.cit., hlm. 125
[33] Ibid., hlm. 125
[34] Ibid.
[35] William Chang, Berteologi Pembebasan, OBOR, Jakarta 2005, hlm. 81-82
[36] Alfred Plummer, A Critical And Exegetical Commentary on the Gospel According to S. Luke,  T&T Clark: Edinburgh 1960: hlm.121
[37] Boland, Op.Cit.: hlm.103
[38] Ibid.:hlm.104
[39] Albert Lenski, Interpretation of St. Luke’s Gospel, Wartburg Press: Ohio 1946: hlm. 252
[40] C. Barth, Op.Cit.: hlm. 122